kesehatan

[kesehatan][bsummary]

potensi

[potensi][bigposts]

inovasi

[inovasi][twocolumns]

DPRD minta difteri jadi perhatian serius











Kadesku.com-Anggota DPRD Kapuas Hulu, Fabianus Kasim mengatakan, penyakit Difteri tengah menjadi sorotan saat ini. Penyakit tersebut sudah berstatus Kejadian Luar Biasa di berbagai daerah, bahkan sudah ada yang meninggal dunia.  “Saya harap Dinas Kesehatan Kapuas Hulu segera melakukan pencegahan sebelum masyarakat terkena penyakit berbahaya tersebut,” kata Anggota DPRD Kapuas Hulu, Selasa 12Desember 2017.
Menurut Anggota DPRD Kapuas Hulu, Dinas Kesehatan harus memberi pemahaman kepada masyarakat tentang penyakit tersebut, baik penyebab dan cara pencegahannya. "Saya rasa masih banyak masyarakat kita yang tinggal didaerah-daerah terpencil, belum mengetahui bahayanya penyakit Difteri tersebut. Maka diharapkan seluruh tim kesehatan baik di tingkat Kabupaten, Kecamatan, maupun di Desa untuk proaktif lakukan sosialisasi,". Anggota DPRD Kapuas Hulu juga meminta kepada masyarakat agar proaktif apa bila ada keluarga maupun masyarakat sekitar mengalami penyakit yang aneh, segera laporkan dan membawa penderita ke Puskesmas terdekat, supaya langsung ditangani oleh petugas kesehatan. "Jangan tunggu sudah parah baru dibawa ke Puskesmas," tegas Anggota DPRD Kapuas Hulu.
Sementara itu Kepala Dinas Kesehatan Kapuas Hulu, dr. H. Harisson, M.Kes menyataan, hingga saat ini (Selasa 12/12/2017) belum mendapat laporan adanya pasien yang terkena penyakit Difteri. “Sampai hari ini belum ada ditemukan penyakit Difteri disini,” singkat Kepala Dinas Kesehatan Kapuas Hulu. Informasi lainnya yang berhasil dihimpun media ini, Kementerian Kesehatan memaparkan data per Oktober-November 2017 yang menunjukkan ada 11 Provinsi yang menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) akibat mewabahnya penyakit difteri di Indonesia. Adapun 11 Provinsi yang melaporkan terjadinya KLB difteri di wilayah Kabupaten/kota adalah Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Hingga November 2017, ada 561 kasus difteri di 20 provinsi di Indonesia. Sebanyak 32 kasus berakhir dengan kematian. Menurut catatan Kemenkes, sebagian besar pengidapnya tidak diimunisasi. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah melakukan tindakan melalui Outbreak Response Immunization (ORI) atau imunisasi ulang secara massal dari umur tertua yang terkena penyakit tersebut.
Difteri sendiri adalah infeksi bakteri yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang dapat mempengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa. Difteri termasuk salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan imunisasi terhadap difteri termasuk ke dalam program imunisasi wajib Pemerintah Indonesia. Imunisasi difteri yang dikombinasikan dengan pertusis (batuk rejan) dan tetanus ini disebut dengan imunisasi DTP. Sebelum usia 1 tahun, anak diwajibkan mendapat 3 kali imunisasi DTP. Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan mudah, terutama bagi orang yang tidak mendapatkan vaksin difteri. Terhirup percikan ludah penderita di udara saat penderita bersin atau batuk. Ini merupakan cara penularan difteri yang paling umum. Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, contohnya mainan atau handuk. Sentuhan langsung pada luka borok (ulkus) akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.
Bakteri difteri akan menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan, sehingga akhirnya menjadi sel mati. Sel-sel yang mati inilah yang akan membentuk membran (lapisan tipis) abu-abu pada tenggorokan. Di samping itu, racun yang dihasilkan juga berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, serta sistem saraf. Difteri umumnya memiliki masa inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Gejala-gejala dari penyakit ini meliputi terbentuknya lapisan tipis berwarna abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel, demam dan menggigil, sakit tenggorokan dan suara serak, sulit bernapas atau napas yang cepat, pembengkakan kelenjar limfe pada leher, lemas dan lelah, pilek yang kelamaan akan kental dan terkadang bercampur darah. Difteri juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan luka seperti borok (ulkus). Ulkus tersebut akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya akan meninggalkan bekas pada kulit.
Langkah pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin. Pencegahan difteri tergabung dalam vaksin DTP. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus, dan pertusis atau batuk rejan. Vaksin DTP termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia. Pemberian vaksin ini dilakukan 5 kali pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun. Selanjutnya dapat diberikan booster dengan vaksin sejenis (Tdap/Td) pada usia 10 tahun dan 18 tahun. Vaksin Td dapat diulangi setiap 10 tahun untuk memberikan perlindungan yang optimal. Perlindungan tersebut umumnya dapat melindungi anak terhadap difteri seumur hidup. (Doc. Bidang SAI-DKIS)
sumber:https://kapuashulukab.go.id/berita-966-dprd-minta-difteri-jadi-perhatian-serius.html
komentar facebook

No comments:

Post a Comment